Sedikit berbagi
gambaran dan cerita kami di kota batik dunia, PEKALONGAN.
Banyak kisah yang
dapat menjadi wawasan yang luar biasa saat berkunjung kesana. Bertemu orang
hebat dan mmotivasi serta memberi pengetahuan lebih tentang arti sejarah. Luar biasa.
Pengalaman pribadi bagi saya khusus nya. Dapat berkomunikasi secara langsung
dengan beliau beliau yang dianggap nomor satu di kota itu. Tujuan saya dan 4
rekan saya wawancara dan mendokumentasikan dalam sebuah video singkat.
Wawancara dilakukan di
Pekalongan, tepatnya dibeberapa tempat yang menghadirkan narasumber kompeten
dalam bidang tertentu. Hari pertama tepatnya Rabu, 16 Novermber 2016 pada pukul
13.30 WIB dilakukan sesi wawancara di Kantor Walikota Pekalongan. Narasumber
yang dihadirkan dalam wawancara tersebut diantaranya Bapak H.M. Saelany
Machfudz selaku Wakil Walikota Pekalongan periode 2016-2021. Beliau memiliki
beberapa pesantren besar di Pekalongan. Hadir pula narasumber kedua yaitu Bapak
Drs. R. Doyo Budi Wibowo, MM., selaku Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Pekalongan. Direksi utama lebih ke bidang Pariwisata dan
Kebudayaan. Dan turut serta staff kebudayaan dari Bapak Doyo yaitu Bapak Tri
Gandi Imamudin yang juga bertindak sebagai koordinator lapangan pada momen
perayaan Syawalan. Hal ini merupakan respon positif yang patut untuk diberi
apresiasi atas sambutan pihak terkait yang dapat meluangkan waktu untuk sesi
wawancara.
Pertanyaan pertama diajukan mengenai profil atau data diri. Bapak
Doyo menjelaskan ruang ligkup Syawalan baik sejarah dan filosofinya. Pertanyaan
menjurus kepada Dinas Pariwisata mengenai berkembangnya pariwisata Pekalongan
setiap tahunnya dengan adanya tradisi Syawalan. “Setiap tahunnya ukuran lopis raksasa selalu diperbesar. Tujuan utama
masyarakat tidak lain adalah hanya untuk dapat menjamu tamu yang datang dari
berbagai daerah baik dari Pekalongan itu sendiri atau beberapa kota lain. Namun
hal ini menjadi suatu icon yang baik dan menjadi ciri khas Pekalongan. Seperti
tahun ini beratnya mencapai 1 ton lebih. Maka dari itu ini dapat menjadi ciri
khas Pekalongan dan harus dilestarikan.” jawab Pak Doyo.
Pertanyaan utama kepada
narasumber pemerintahan khususnya Bapak Wakil Walikota membahas mengenai sejauh
mana pemerintah ikut membantu perayaan Syawalan dan bantuan apa saja yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat Pekalongan untuk tetap menjaga tradisi ini
agar dapat tetap terlaksana setiap tahunnya. “Pada awalnya, perayaan syawalan dilakukan dan dibiayai sendiri ole
masyarakat lokal Krapyak. Lopis menjadi sajian khas silaturahmi setelah idul
fitri. Tidak ada campur tangan pemerintah pada saat itu dan ini menjadi ikon
yang bagus bagi Pekalongan. Dengan mempertimbangkan banyaknya pengujung yang
datang dan ukuran lopis yang dbuat menjadi lebih besar setiap tahunnya maka
pemerintah kota Pekalongan juga ikut membantu dari pendanaan yang masuk kedalam
RAPB setiap tahunnya. Selain itu, pemerintah juga berpartisipasi dalam dukungan
moral.” Jelas Pak Saelany selaku Wakil Walikota. Pada saat pelaksaan juga
Walikota dan Wakil walikota beserta staff pemerintahan juga hadir untuk
memotong pertama lopis raksasa tersebut. “Pemerintah
juga menyadari budaya ini harus dilestarikan sehingga masyarakat tidak hanya
dijadikan sebagai kota transit tetapi juga sebagai kota tujuan wisata, baik
dari budaya syawalan dan batik. Nasi megono, garang asem dan soto tauto juga
menjadi daya Tarik kuliner dari Pekalongan sebagai kota kreatif dunia.”
Jawab Pak Saelany.
Penjelasan secara teknis dari Bapak Gandi menjelaskan
mengenai kendala yang dihadapi dalam proses pembuatan lopis raksasa. “Kendalanya adalah lahan yang dibutuhkan
harus lebih luas. Hal ini juga melihat dari antusiasme masyarakat yang
meningkat. Sama halnya juga dari bahan dan sarana. Dibutuhkan kayu bakar yang
sangat banyak. Kemudian ketersediaan daun pisang untuk membungkus lopis, karena
dibutuhkan 200 batang daun pisang untuk sekali masak. Sehingga harus mengambil
dari tempat lain.” Jawab Pak Gandi. Pertanyaan selanjutnya mengenai kendala
secara teknis. Pak Gandi menjelaskan bahwa kendalanya adalah dengan ukuran
lopis yang besar memerlukan peralatan masak yang besar pula dengan dana yang
besar pula. Sehingga ini menjadi tantangan bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan bahan. Pertanyaan selanjutnya menjurus mengenai permasalahan dari
kendala lahan yang kurang luas di wilayah pemotongan lopis raksasa yaitu
wilayah Krapyak gang 8. Melihat antusias warga yang dapat semakin meningkat,
apakah pemerintah berniat untuk memindahkan kegiatan pemotongan lopis ke daerah
dengan lahan terbuka lebih luas atau tidak.
Kepala dinas perhubungan, Bapak
Doyo menjelaskan bahwa tidak mudah memindahkan satu tradisi yang sudah mengakar
budaya dan dikhawatirkan akan mengganggu keaslian sejarah atau historical dari lopis raksasa tersebut.
Pemerintah tidak dapat serta merta memindahkan lokasi perayaan karena
membuthkan beberapa pertimbangan. Dan saat ini, justru banyak wilayah di
Pekalongan yang ikut merayakan syawalan tanpa harus memindahkan lokasi utama
pemotongan.
Sekian ulasan
wawancara singkat kami. Semoga bermanfaat dan kami tunggu kunjungan anda di
vlog kami. Akan banyak cerita yang kami hadirkan disana. Semoga memotivasi
pelestarian budaya INDONESIA
Dokumentasi pribadi
Kiri : Bapak Doyo
Kanan : Bapak Saelany
nice nell
BalasHapuske jogja kpn nih? huhu
Hapus